Wednesday, July 19, 2017

I’ve been thinking hard for a while about why I was born. About why I was separated from you. I think, there must be some other meaning.

Senja entah berjuta kali terlewati tanpamu di sisi. Tanpa sua serta tatapan nyata sebagaimana kita berada. Inilah aku yang tengah bermain imaji tentang kita sementara engkau masih di sana dengan terpisah luasnya samudra pada hitungan tahun cahaya yang terus bertambah setiap satuan detik pada skala dimensi ruang dikali waktu sebagai hasil hitungan lamanya menunggu.

Menunggu itu bosan, kata orang. Menunggu adalah hal terbaik untuk membuang waktu, kata orang yang lain. Namun sayang dan untungnya, aku tak pernah sepakat atas setiap pernyataan itu. Sementara pertanyaanku, benarkah kita benar-benar menunggu agar sang waktu segera berlalu ataukah waktu yang menunggu untuk setiap dari kita harus melaju?

Kukira, teruntuk kita berdua sejatinya tidak menunggu sebagaimana waktu tak mau menunggu atau pun dipacu. Dan kita tidak saling menunggu. Kita telah berada pada jalan kita masing-masing yang membuat kita berpisah satu sama lain sejak mengenal dunia kali pertama, bahkan jika di persimpangan waktu menjamu temu, kita tetaplah manusia dengan anatomi berbeda dengan masih menyandang segala hal berbeda meski terkesan identik sama. Karena itulah kita saling membutuhkan sekaligus sebuah alasan kenapa manusia ada di dunia fana. Singkat kata, sang waktu tengah bertanya, siapkah kita untuk terus maju meninggalkan sisi kelam di masa silam?

Kehidupan dunia ini sederhana sebenarnya, kita hanya harus menghadapi hal-hal yang tak terpikirkan sebelumnya. Sementara waktu dengan kekuasaannya, akan memakan apa pun yang ada di depannya dan menyisakan apa yang ada di belakangnya sebagai kenangan. Namun versiku, bukan kenangan melainkan pelajaran. Apa pun itu.

Kini, dengan kesempatan ini, izinkan aku bertanya, “Apa yang rindu ingin kau sampaikan kala pertemuan?”

Engkau berpikir, merangkai tema yang pas serta kata-kata yang pantas sekiranya disampaikan meski sebagian tidak perlu di sampaikan.

“Aku masih menjadi temanmu yang ingin menjadi teman hidupmu,” kataku lagi.

Kau akhirnya semakin berpikir. Mengeja, mencari makna yang ada dari kata-kataku barusan.

Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

- Copyright © Aksara Senja Embara - Blogger Templates - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -