I’ve been thinking hard for a while about
why I was born. About why I was separated from you. I think, there must
be some other meaning.
Senja entah berjuta kali terlewati
tanpamu di sisi. Tanpa sua serta tatapan nyata sebagaimana kita berada.
Inilah aku yang tengah bermain imaji tentang kita sementara engkau masih
di sana dengan terpisah luasnya samudra pada hitungan tahun cahaya yang
terus bertambah setiap satuan detik pada skala dimensi ruang dikali waktu sebagai hasil hitungan lamanya menunggu.
Menunggu itu bosan, kata orang. Menunggu adalah hal terbaik untuk
membuang waktu, kata orang yang lain. Namun sayang dan untungnya, aku
tak pernah sepakat atas setiap pernyataan itu. Sementara pertanyaanku,
benarkah kita benar-benar menunggu agar sang waktu segera berlalu
ataukah waktu yang menunggu untuk setiap dari kita harus melaju?
Kukira, teruntuk kita berdua sejatinya tidak menunggu sebagaimana waktu
tak mau menunggu atau pun dipacu. Dan kita tidak saling menunggu. Kita
telah berada pada jalan kita masing-masing yang membuat kita berpisah
satu sama lain sejak mengenal dunia kali pertama, bahkan jika di
persimpangan waktu menjamu temu, kita tetaplah manusia dengan anatomi
berbeda dengan masih menyandang segala hal berbeda meski terkesan
identik sama. Karena itulah kita saling membutuhkan sekaligus sebuah
alasan kenapa manusia ada di dunia fana. Singkat kata, sang waktu tengah
bertanya, siapkah kita untuk terus maju meninggalkan sisi kelam di masa
silam?
Kehidupan dunia ini sederhana sebenarnya, kita hanya
harus menghadapi hal-hal yang tak terpikirkan sebelumnya. Sementara
waktu dengan kekuasaannya, akan memakan apa pun yang ada di depannya dan
menyisakan apa yang ada di belakangnya sebagai kenangan. Namun versiku,
bukan kenangan melainkan pelajaran. Apa pun itu.
Kini, dengan kesempatan ini, izinkan aku bertanya, “Apa yang rindu ingin kau sampaikan kala pertemuan?”
Engkau berpikir, merangkai tema yang pas serta kata-kata yang pantas
sekiranya disampaikan meski sebagian tidak perlu di sampaikan.
“Aku masih menjadi temanmu yang ingin menjadi teman hidupmu,” kataku lagi.
Kau akhirnya semakin berpikir. Mengeja, mencari makna yang ada dari kata-kataku barusan.