Monday, July 24, 2017
Sumber gambar: Imgrum.net |
Keindahan serta puncak kenikmatan
abadi untuk setiap partikel--berada. Keindahan, kecantikan serta
kepuasan yang tak mengenal jemu--menjamu. Sebuah tempat terindah dengan
hal-hal yang tak pernah ada di dunia--dinantikan. Pertanyaannya, adakah
yang tidak menginginkan suatu tempat yang disebut surga?
Akan
tetapi, sebuah dimensi ruang, betapa pun mahaindahnya hingga tak mampu
terlukis serta tertuang detailnya dalam aksara--masih sebatas tempat.
Hanyalah suatu ciptaan. Surga dan neraka
hanya ciptaan. Suatu hal yang kadang melenakan untuk diprioritaskan
antara perjumpaan dengan pencipta dan mengharap kridhaan ataukah hanya
menginginkan suatu wilayah yang disebut surga.
Disadari atau
tidak mengharapkan ciptaan dan mengharapkan keeidhaan pencipta memiliki
perbedaan mendasar. Barangkali, orang awam mengklaim kepemilikan serta
hak untuk tinggal di surga diorientasikan dengan pelabelan Islam dan
pelabelan non islam. Hal ini menuai perdebatan sengit hingga memecah
berberapa golongan dalam Islam sendiri. Permasalahan sederhana,
perebutan hak atas tinggal di surga yang tidak lain seperti sebuah
analogi antara tunawisma yang memperebutkan sepetak tanah dengan tidak
mempedulikan kewenangan mutlak dari pemilik tanah yang sesungguhnya.
Memang klise untuk mengasumsikan bahwa perebutan hak untuk tinggal di
surga namun meniadakan mahabijak Tuhan atas kebijaksanaan absolut untuk
menetapkan mana yang dipilih untuk diridhai atau tidak.